Malam itu seperti malam biasanya, langit begitu
ramah kepada tantri.
“ Centing ...” Ponsel tantri berbunyi.
Muncul Nama Pratama di atas layar.
“ Tantri, boleh aku kerumahmu? Aku sedang bete. Boleh ya?”
“Silahkan tama.” Jawab tantri singkat.
Setengah jam kemudian terdengar deruman motor yang
dikenal tantri. Tantri segera berlari menuju halaman depan dan membukakan
pagar. Mempersilahkan tama duduk di teras depan.
“Kamu kenapa?” tanya tantri.
“ Aku sedang tidak tau apa yang harus aku lakukan tan, aku sudah mencoba berbagai cara untuk menghindari asih. Tapi entah angin apa yang selalu membawa asih kembali padaku. Kamu ingat kan, 2 bulan yang lalu asih mengatakan kalau dia memang lebih memilih tunangannya daripada aku? Kenpa sekarang tiba tiba asih datang lagi? Seperti membawa kenangan kita setahunyang lalu tantri.” Jelas tama dengan tatapan kosong.
“ Lalu apa yang kau katakan kepada asih? Kau memberinya kesempatan lagi tama? Apa kau gila. Dia sudah bertunangan, ingat itu!” Gertak tantri.
“ Entah tantri, aku hanya ingin kau mendengarkan ceritaku kali ini. Jangan hakimi aku akan semua keputusanku.Aku memang memutuskan menerimanya kembali. Tapi tolong, jangan hakimi aku kali ini!” Jawab tama lemas.
“ Terserah kamu lah tama, ini hidupmu dan kamu yang berhak menentukannya. Jangan pernah menyesalinya suatu saat nanti. Sebentar aku ambilkan minum biar kamu tenang.”
Tantri masuk rumah dengan menahan airmata yang sudah
meruncing dipelupuk matanya. Sesampainya di dapur tantri tak kuasa menahan
tangisnya. Dia harus menahannya. Jangan sampai tama mengetahui kalau dia
menangis.
“ Andai kau tau tama, bisakah kau lihat sedikit diriku. Aku yang selalu merindu, selalu menunggu dan selalu sakit ketika kau menyebut nama asih. Harusnya kau tau itu tama”.
NB :Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari http://www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar