Rabu, 18 Juni 2014

Senyum Maris


Malam itu kami sekeluarga sedang bersiap untuk sebuah pertemuan penting. Pak Wijaya dan keluarganya sudah menunggu kami direstoran ternama di kota kami. Aku,mas burhan, ayah dan ibu, kami akhirnya sampai di restoran yang dipilih oleh keluarga pak Wijaya.
“ Pak Wisnu, selamat datang? Bagaimana kabar petanian yang di ungaran?” Sambut Pak wijaya.
“ Sangat baik Pak.” Jawab Ayah datar.
Selain Pak wijaya ada ibu WIjaya dan anak semata wayangnya, Maris. Iya kami menghadiri pertemuan ini untuk membicarakan pertungaan antara keluargaku dan keluarga Pak wijaya.
“ Maris, kamu cantik sekali nduk .” Puji ibuku.
Hari ini maris mengenakan gaun hijau selutut, rambutnya digerai serta syal warna putih yang membuat maris kelihatan sangat anggun.
Aku sudah menjalin hubungan dengan maris selama 2 tahun ini. Kami saling menyanyangi satu sama lain. Maris adalah satu satunya wanita yang kini selalu menjadi mimpi dalam tidurku. Dan aku sangat menyayanginya. Begitupun maris.
Maris masih memasang wajah sendu saat ini. Padahal aku ingin sekali melihat senyumnya seperti biasa. Aku ingin mendekatinya, dan mengatakan. “ Sabar lah saying, tersenyumlah untuk kami”
“ Maris, bagaimana menurutmu tentang mas burhan nduk ? dia samgat gugup sekali saat menuju kemari.” Sapa ayah kepada maris.
“ Mas burhan bagus Pak Dhe.” Jawab maris sambil sedikiit tersenyum.

pertemuan kali ini memang membicarakan rencana pertunangan keluarga kami dengan keluarga maris. Tapi bukan aku dan maris. Melainkan Mas burhan dan maris. Itulah sebabnya senyum maris dipaksakan.

NB : Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar